Pengertian
Pancasila
Kata Pancasila berasal dari kata Sansakerta (Agama
Buddha) yaitu untuk mencapai Nirwana diperlukan 5 Dasar/Ajaran, yaitu
1.
Jangan mencabut nyawa makhluk hidup/Dilarang membunuh
2.
Jangan mengambil barang orang lain/Dilarang mencuri
3.
Jangan berhubungan kelamin/Dilarang berjinah
4.
Jangan berkata palsu/Dilarang berbohong/berdusta.
5.
Jangan minum yang menghilangkan pikiran/Dilarang
minuman keras.
Diadaptasi oleh orang jawa menjadi 5
M = Madat/Mabok, Maling/Nyuri, Madon/Awewe, Maen/Judi, Mateni/Bunuh. Perkataan
Pancasil mula-mula terdapat dalam perpustakaan Buddha yaitu dalam Kitab
Tripitaka dimana dalam ajaran buddha tersebut terdapat suatu ajaran moral untuk
mencapai nirwana/surga melalui Pancasila yang isinya 5
Ø Pengertian secara Historis
Pada tanggal 01 Juni 1945 Ir.
Soekarno berpidato tanpa teks mengenai rumusan Pancasila sebagai Dasar Negara.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamirkan kemerdekaan, kemudian
keesokan harinya 18 Agustus 1945 disahkanlah UUD 1945 termasuk Pembukaannya
dimana didalamnya terdapat rumusan 5 Prinsip sebagai Dasar Negara yang duberi
nama Pancasila. Sejak saat itulah Pancasila menjadi Bahasa Indonesia yang umum.
Jadi walaupun pada Alinea 4 Pembukaan UUD 45 tidak termuat istilah Pancasila
namun yang dimaksud dasar Negara RI adalah disebut istilah Pancasila hal ini
didasarkan interprestasi (penjabaran)
historis terutama dalam rangka pembentukan Rumusan Dasar Negara.
Ø Pengertian Pancasila Secara
Termitologis
Proklamasi 17
Agustus 1945 telah melahirkan Negara RI untuk melengkapai alat2 Perlengkapan
Negara PPKI mengadakan sidang pada tanggal 18 Agustus 1945 dan berhasil
mengesahkan UUD 45 dimana didalam bagian Pembukaan yang terdiri dari 4 Alinea
didalamnya tercantum rumusan Pancasila. Rumusan Pancasila tersebut secara
Konstitusional sah dan benar sebagai dasar negara RI yang disahkan oleh PPKI
yang mewakili seluruh Rakyat Indonesia
Pancasila Berbentuk:
1.
Hirarkis (berjenjang);
2.
Piramid.
·
Pancasila menurut Mr. Moh Yamin adalah yang disampaikan di dalam
sidang BPUPKI pada tanggal 29 Mei 1945 isinya sebagai berikut:
1.
Prikebangsaan;
2.
Prikemanusiaan;
3.
Priketuhanan;
4. Prikerakyatan;
5.
Kesejahteraan Rakyat
·
Pancasila menurut Ir. Soekarno yang disampaikan pada tangal 1 Juni
1945 di depan sidang BPUPKI, sebagai berikut:
1.
Nasionalisme/Kebangsaan Indonesia;
2.
Internasionalisme/Prikemanusiaan;
3. Mufakat/Demokrasi;
4.
Kesejahteraan Sosial;
5.
Ketuhanan yang berkebudayaan;
Presiden Soekarno mengusulkan ke-5
Sila tersebut dapat diperas menjadi Trisila yaitu:
1.
Sosio Nasional : Nasionalisme dan Internasionalisme;
2.
Sosio Demokrasi : Demokrasi dengan kesejahteraan rakyat;
3.
Ketuhanan YME.
Dan masih menurut Ir. Soekarno
Trisila masih dapat diperas lagi menjadi Ekasila atau Satusila yang intinya
adalah Gotong Royong.
·
Pancasila menurut Piagam Jakarta
yang
disahkan pada tanggal 22 Juni 1945 rumusannya sebagai berikut:
1.
Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya;
2.
Kemanusiaan yang adil dan beradab;
3.
Persatuan Indonesia;
4.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan permusyawaratan
perwakilan;
5.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia;
Kesimpulan dari bermacam-macam
pengertian pancasila tersebut yang sah dan benar secara Konstitusional adalah
pancasila yang tercantum dalam Pembukaan UUD 45, hal ini diperkuat dengan adanya
ketetapan MPRS NO.XXI/MPRS/1966 dan Inpres No. 12 tanggal 13 April 1968 yang
menegaskan bahwa pengucapan, penulisan dan Rumusan Pancasila Dasar Negara RI
yang sah dan benar adalah sebagai mana yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Pancasila
merupakan jiwa seluruh rakyat Indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, dasar
negara dan sebagai sistem filsafat. Selain itu, Pancasila juga sebagai tujuan
hidup bangsa Indonesia. Pancasila juga merupakan pandangan hidup, kesadaran dan
cita-cita moral yang meliputi kejiwaan dan watak yang sudah berurat akar di
dalam kebudayaan bangsa Indonesia. Pancasila merupakan kebudayaan yang
mengajarkan bahwa hidup manusia akan mencapai kebahagiaan jika dapat
dikembangkan keselarasan dan keseimbangan, baik dalam hidup manusia pribadi,
atau hidup sebagai makhluk sosial, hubungan manusia dengan alam dan hubungan
manusia dengan tuhannya.
B. Pancasila Sebagai filsafat
Pancasila
sudah merupakan pandangan hidup dan sebagai sistem filsafat yang berakar dalam
kepribadian bangsa, maka ia diterima sebagai dasar negara yang mengatur hidup
ketatanegaraan. Hal ini tampak dalam sejarah, meskipun dituangkan dalam rumusan
yang agak berbeda, namun dalam tiga buah UUD yang pernah kita miliki. Pancasila
selalu dikukuhkan dalam kehidupan konstitusional, Pancasila selalu menjadi
pegangan bersama pada saat-saat terjadi krisis nasional dan ancaman terhadap
eksistensi bangsa kita, yang merupakan bukti sejarah bahwa pancasila memang
selalu dikehendaki oleh bangsa Indonesia sebagai dasar negara dan sebagai
sistem filsafat. Dasar negara ini jelas dikehendaki oleh seluruh rakyat
Indonesia, karena ia sebenarnya telah tertanam dalam kebudayaan rakyat Indonesia, oleh karena itu ia juga merupakan
dasar negara yang mampu mempersatukan rakyat Indonesia.
Pancasila
sebagai sistem filsafat atau sebagai dasar negara kita merupakan sumber dari
segala sumber hukum yang berlaku di negara kita. Pancasila sebagai pandangan
hidup bangsa indonesia dapat mempersatukan kita, serta memberi petunjuk dalam
mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan batin dalam masyarakat kita
yang beraneka ragam sifatnya.
Pancasila adalah dasar moral dan
dasar politik untuk dan dalam menyelenggarakan pemerintah negara dan
pembangunan bangsa Indonesia. Pancasila merupakan sumber dasar perundang-
undangan dimana kehidupan kenegaraan bangsa kita diatur dan diselenggarakan. Ia
merupakan prinsip dasar cita-cita kemasyarakatan kearah mana bangsa dibangun
dan dikembangkan. Dengan kata lain Pancasila adalah dasar tujuan
pembangunan bangsa dan ideologi bangsa.
Rumusan Pancasila sebagai dasar
Falsafah negara Republik Indonesia tercantum dalam pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 dengan sistematika sebagai berikut :
-
Ketuhanan yang Maha Esa
Dengan sila Ketuhanan yang Maha Esa, bangsa Indonesia
menyatakan ketaqwaan terhadap tuhan yang Maha Esa dan oleh karenanya manusia
Indonesia percaya dan taqwa terhadap tuhan yang Maha Esa sesuai dengan tuntunan
ajaran agama masing-masing.
-
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Dengan sila kemanusiaan yang adil
dan beradab manusia diakui dan perlakukan sesuai dengan harkat dan martabat
selaku makhluk tuhan yang Maha Esa mempunyai derajat, hak dan kewajiban yang
sama tanpa adanya perbedaan mengenai suku, agama, status sosial dan lain
sebagainya.
-
Persatuan Indonesia
Sila persatuan indonesia adalah sila
yang mendasari semangat persatuan demi kesatuan bangsa bagi keselamatan bangsa
dan negara diatas kepentingan pribadi maupun golongan. Dengan demikian manusia
Indonesia rela berkorban bagi tegaknya bangsa dan negara. Dari semangat ini
maka akan tampil wajah manusia Indonesia yang cinta terhadap tanah air.
-
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
Sila
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan adalah dasar bagi manusia indonesia selaku warga
negara maupun selaku warga masyarakat untuk memperoleh kedudukan, hak dan
kewajiban yang sama dimata hukum. Dengan demikian indonesia tetap berjalan pada iklim
Demokrasi yang penuh dengan semangat kekeluargaan.
-
Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Sila Keadilan Sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia adalah dasar bagi terciptanya suasana dalam masyarakat
indonesia yang suka bergotong royong penuh dengan semangat kekeluargaan.
Kesatuan pancasila bersifat organis
tidak dapat di pisahkan antara yang satu dengan yang lainya , jika di pisahakan
akan mendapatkan arti yang berbeda . Susunan kesatuan sila sila pancasila yang
bersifat organis, Susunan pancasila yang
bersifat hierarkis dan berbentuk pyramidal,
Rumusan hubungan kesatuan sila sila pancasila yang saling mengisi dan
saling mengkualifikasi, Kesatuan sila sila
pancasila sebagai suatu sistem filsafat dan Kesatuan sila- sila pancasila pada hakikatnya
bukanlah hanya merupakan kesatuan yang bersifat formal logis saja namun juga
meliputi kesatuan dasar ontologis dasar epistermologis serta dasar aksiologis
dari sila sila pancasila.
Pancasila sebagai sistem filsafat dilihat dari beberapa faktor
:
Aspek Ontologi
Istilah
ontology berasal dari bahasa Yunani, diambil dari kata onta yang berarti sesuatu yang sungguh-sungguh ada, ataupun
berdasarkan kenyataan yang sesungguhnya, dan berasal dari kata logos yang berarti teori atau ilmu.
Jadi, ontologi merupakan cabang filsafat yang membicarakan tatanan dan struktur
kenyataan dalam arti yang luas.penggunanan landasan ontologism dalam
pengembangan dari pancasila sebagai suatu system filsafat dimaksudkan untuk mengungkapkan jenis keberadaan yang diterapkan pada
pancasila, serta mencari realita yang terdalam dalam pancasila.
Atas
dasar pengertian dari ontology, maka pandangan ontologi dari Pancasila adalah
Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil (Damardjadi Supadjar, dkk. 1996). Dalam
pancasila sebagai suatu system filsafat, Tuhan adalah sebab pertama (kausa
prima dari segala sesuatu, yang maha Esa dan segala sesuatu tergantung
kepadaNya. Inilah bentuk dari kepercayaan terhadap adanya Tuhan. Setiap bangsa
di dunia ini memiliki kepercayaan terhadap adanya tuhan. Kepercayaan tersebut
telah lama ada sepanjang masa, seusia keberadaan manusia dimuka bumi.
Kepercayaan tersebut semakin kuat ketika rasio
memberikan pembenaran tentang bukti-bukti adanya tuhan.
Bukti-bukti
adanya Tuhan yang dikumpulkan oleh rasio manusia, diantaranya yaitu berupa
bukti ontologism, yaitu bukti tentang segala sesuatu yang ada di dalam alam
semesta itu pasti ada yang mengadakan. Sesuatu
yang ada tersebut apabila membutuhkan yang lain tentu bersifat relatif, dan
tidak sempurna. Artinya cara beradanya membutuhkan yang lain dan tanpa yang
lain, ia tidak aka nada. Rasio manusia pada akhirnya akan sampai pada “sesuatu
yang ada” yag bersifat mutlak atau absolute, maha sempurna sehingga tidak
membutuhkan yang lain, dan itu adalah Tuhan, Tuhan yang Maha Sempurna.
Menurut
pandangan ontologism, manusia memiliki susunan hakikat pribadi yang monodualis.
Yakni bersifat individu-makhluk social, serta mempunyai kedudukan kodrat dan monodualis,
yakni berkedudukan sebagai pribadi berdiri sendiri-makhluk Tuhan, yang
membutuhkan kebutuhan kejiwaan dan religious, yang seharusnya secara
bersama-sama dipelihara
dengan baik dalam kesatuan yang seimbang, harmonis, dan dinamis. Satu secara
mutlak tidak dapat terbagi, rakyat adalah keseluruhan jumlah semua orang, warga
dalam lingkungan daerah atau Negara tertentu. Hakikat rakyat adalah pilar
Negara dan yang berdaulat. Adil ialah dipenuhinya sebagai wajib segala sesuatu
yang merupakan hak dalam hubungan hidup kemanusiaan yang mencakup hubungan
antara negara dengan warga negara, hubungan warga negara dengan negara, dan
hubungan antar sesama
warga negara.
Pancasila
mempunyai dasar kesatuan yang mutlak, yaitu manusia. Dasar kesatuan mutlak Pancasila
adalah sifat kodrat manusia sebagai individu dan makluk social dalam kesatuan
monodualis atau dalam kesatuan keduatunggalan. Sifat kodrat kemanusiaan
monodualis individuindividu dan makluk social itu bersifat universal. Jadi
meliputi segenap umat manusia, tidak hanya manusia-manusia Indonesia saja.
Sifat
individu ditunjukkan manusia
untuk selalu mementingkan diri sendiri, dan sifat social ditunjukkan dengan kecederungan untuk
berkelompok. Di dalam kehidupan kelompok tersebut, setiap orang berinteraksi
dengan orang lain demi tujuan bersama. Setiap orang merasa menjadi bagian dari
kelompoknya dan karena
itu ia memiliki loyalitas dan solidaritas (persatuan) kepada kelompoknya.
Kehidupan perkelompok tersebut kemudian dijadikan bagian dari system nilai yang
dijunjung tinggi yaitu persatuan. Dalam kehidupan
kelompok tersebut tidak ada diskriminatif (harus ada keadilan) dan inilah yang
menjadi dasar pembentukan nilai demokrasi.
Menurut Notonegoro, yang menjadi
pendukung dan subjek Pancasila adalah manusia, sebab (a) hanya manusialah yang
berketuhanan, yang bagi manusia Indonesia adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, (b)
hanya manusialah yang berkemanusiaan, (c) hanya manusialah yang berpersatuan,
(d) hanya manusialah yang berkerakyatan, dan (e) hanya manusialah yang
berkeadilan. Dengan demikian Pancasila mempunyai
dasar kesatuan yang mutlak, yaitu manusia (Suhadi, 2003)
Filsafat
Pancasila mengandung keyakinan-keyakinan ontologis mengenai kebenaran sesuatu
dan kebaikan sesuatu, dan segala sesuatu (yang baik, benar, sesuai) itu
bersangkutan dengan kebenaran (eksistensi) bangsa Indonesia. Diyakini akan
kemampuannya untuk menjaga kelestarian bangsa sebagai bangsa yang bernegara,
merdeka, dan berdaulat, serta dapat mewujudkan apa yang menjadi cita-cita hidup
bersama sebagai bangsa, seperti kesejahteraan, kemakmuran, dan keadilan.
Filsafat
Pancasila merupakan pengejawantahan atau penerjemahan keyakinan ontologism
bagsa Indonesia, berupa penentuan sikap serta keyakinan ontologis di antara
berbagai keyakinan ontologis yang terkandung di dalam aliran-aliran filsafat
dunia.
Landasan
Ontologis Pancasila
·
Ontologi, menurut
Aristoteles adalah ilmu yang meyelidiki hakikat sesuatu atau tentang
ada, keberadaan atau eksistensi dan disamakan artinya dengan metafisika.
·
Masalah ontologis
antara lain: Apakah hakikat sesuatu itu? Apakah realitas yang ada tampak ini
suatu realitas sebagai wujudnya, yaitu
benda? Apakah ada suatu rahasia di balik realitas itu, sebagaimana yang tampak
pada makhluk hidup? Dan seterusnya.
·
Bidang ontologi
menyelidiki tentang makna yang ada (eksistensi dan keberadaan) manusia, benda,
alam semesta (kosmologi), metafisika.
·
Secara ontologis,
penyelidikan Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk
mengetahui hakikat dasar dari sila-sila Pancasila.
·
Pancasila yang terdiri
atas lima sila, setiap sila bukanlah merupakan asas yang berdiri
sendiri-sendiri, malainkan memiliki satu kesatuan dasar ontologis.
·
Dasar ontologis
Pancasila pada hakikatnya adalah manusia, yang memiliki hakikat mutlak yaitu monopluralis,
atau monodualis, karena itu juga disebut sebagai dasar
antropologis. Subyek pendukung pokok dari sila-sila Pancasila adalah
manusia.
·
Hal tersebut dapat
dijelaskan bahwa yang Berketuhan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil
dan beradab, yang berpersatuan, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta yang berkeadilan sosial
pada hakikatnya adalah manusia.
·
Sedangkan manusia
sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila secara ontologis memiliki hal-hal
yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa, jasmani dan
rohani. Sifat kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial
serta sebagai makhluk pribadi dan makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Maka secara
hirarkis sila pertama mendasari dan menjiwai sila-sila Pancasila lainnya.
(lihat Notonagoro, 1975: 53).
·
Hubungan kesesuaian
antara negara dan landasan sila-sila Pancasila adalah berupa hubungan
sebab-akibat:
1.
Negara sebagai
pendukung hubungan, sedangkan Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil sebagai pokok pangkal
hubungan.
2.
Landasan sila-sila
Pancasila yaitu Tuhan, manusia, satu, rakyat dan adil adalah sebagai sebab, dan
negara adalah sebagai akibat.
Aspek Epistimologi
Pada
hakikatnya epistimologi itu merupakan cabang dari filsafat yang menyelidiki
tentang bagaimana manusia mengetahui tentang sesuatu itu merupakan pengetahuan.
Dengan kata lain, epistimologi menyelidiki tentang makna dan nilai ilmu
pengetahuan, sumbernya, syarat dan proses terjadinya.
Jika
kita membicarakan pancasila sebagai suatu sistem dari sudut pandang
epistimologi, pancasila merupakan suatu sistem yang saling berkaitan mulai dari
pembentukan dan penetapannya sangat terkait satu sama lain. Pancasila dalam
kehidupan sehari-hari merupakan pandangan hidup bangsa dalam melihat dan
menilai realitas alam semesta, manusia, bangsa dan negara yang digunakan untuk
menyelesaikan masalah yang terjadi di Indonesia.
Sebagai
contoh, Pancasila dibentuk atas dasar pemikiran bahwasanya masyarakat di
Indonesia sangat plural entah itu dari segi agama maupun kulturnya. Meskipun
demikian, agama yang diyakini di Indonesia diakui dari satu sumber demi kebaikan umat dan mencapai tujuan
bersama yaitu masyarakat yang adil dan makmur. Atas dasar itulah pancasila di
bentuk dan diakui sebagai suatu sistem yang saling berkaitan.
Pancasila dalam bentuk itu sudah
menjelma menjadi suatu filsafat yang terkandung didalamnya ideologi untuk
pandangan hidup bangsa yang di dalamnya memuat tiga unsur yaitu:
·
logos yang berarti rasionalitas atau penalaran yang maksudnya
memandang suatu bangsa bukan atas dasar keinganan dari suatu golongan tertentu
melainkan untuk kemaslahatan seluruh manusia yang telah mereka pikirkan dengan
matang dan bukan dengan acara asal-asalan seperti yang telah digambarkan tadi
untuk mencapai tujuan Indonesia dalam mewujudkan masyarakat adil makmur.
·
Pathos yang
artinya penghayatan, baik itu tentang penghayatan pancasila mengenai hakikat
alam semesta, manusia dalam eksistensinya masing-masing yang dalam proses
pembentukannya telah melewati tahap pembentukan dengan pemikiran yang sehat,
baik dan matang.
·
Ethos yang
artinya kesusilaan, pancasila sebagai suatu hidup bangsa telah dirancang
sedemikian rupa agar tidak bertentangan dengan norma kesusialaan dan sesuai
dengan kebutuhan bangsa indonesia dengan mempertimbangkan kemakmuran dan
kesjahteraan.
Epistimologi
pancasila dimaksudkan mencari sumber-sumber pengetahuan dan kebenaran
pancasila. Kebenaran pancasila dapat dilihat dalam teori kebenaran dalam
pengetahuan yakni teori koherensi, teori korespondensi dan bernegara.
(Damardjati, dkk, 1996)
·
Teori
koherensi yaitu teori yang mengatakan bahwa suatu
preposisi cenderung benar jika preposisi tersebut dalam keadaan saling
berhubungan dengan preposisi lain, atau jika makna yang di kandungnya dalam
keadaan saling berhubungan dengan pengalaman kita. Teori ini sesuai dengan
pancasila yang kebenaran yang dikatakan tidak pernah bertentangan dengan
sesuatu yang pernah dikatakan sebelumnya.
·
Teori
korespondensi mangatakan bahwa suatu peryataan
benar jika sesuai dengan fakta sesungguhnya dilapangan. Kita mengenal pancasila
yang dalam proses pembentukannya disesuaikan dengan kondisi Indonesia yang
digali dari adat-istiadat, religi dan dengan kehidupan bangsa Indonesia itu
sendiri dengan tidak mengada-ada.
·
Teori
pragmatis menyatakan bahwa suatu pernyataan
dikatakan benar jika konsekuensinya mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan
sehari-hari. Dalam hal ini pancasila terbukti dalam perjalanan bangsa Indonesia
dalam menghadapi pemberontakan yang terjadi di Indonesia seperti yang terjadi
dewasa ini yaitu prmbentukan Negara Islam Indonesia (NII), bangsa indonesia
bersatu dalam memberantas kegiatan tersebut. Hal ini sesuai dengan teori
pragmatis, karena pancasila mengajarkan bangsa inidonesia untuk bersatu dalam
mempertahankan negara kesatuan Republik Indonesia yang diwujudkan dalam bentuk
tenggang rasa.
Aspek Aksiologi
Aksiologi
menyelidiki pengertian, jenis, tingkatan, sumber dan hakikat nilai secara
kesemestaan. Aksiologi Pancasila pada hakikatnya sejiwa dengan ontologi dan
epistemologinya. Pokok-pokok aksiologi itu dapat disarikan sebagai berikut:
Tuhan yang
mahaesa sebagai mahasumber nilai, pencipta alam semesta dan segala isi beserta
antarhubungannya, termasuk hukum alam. Nilai dan hukum moral mengikat manusia
secara psikologis-spiritual: akal dan budi nurani, obyektif mutlak menurut
ruang dan waktu secara universal. Hukum alam dan hukum moral merupakan pengendalian
semesta dan kemanusiaan yang menjamin multieksistensi demi keharmonisan dan
kelestarian hidup.
Subyek
manusia dapat membedakan hakikat mahasumber dan sumber nilai dalam perwujudan
Tuhan yang mahaesa, pencipta alam semesta, asal dan tujuan hidup manusia (sangkan
paraning dumadi, secara individual maupun sosial).
Nilai-nilai
dalam kesadaran manusia dan dalam nilai
yang bertanggung jawab atas norma-norma penggunaannya dalam kehidupan bersama
sesamanya, manusia sebagai pencipta nilai dengan karya dan prestasi individual
maupun sosial (ia adalah subyek budaya). “Man created
everything from something to be something else, God created everything from
nothing to be everything.” Dalam keterbatasannya, manusia
adalah prokreator bersama Allah.
Martabat kepribadian
manusia secara potensial-integritas bertumbuhkembang dari hakikat manusia
sebagai makhluk individu-sosial-moral: berhikmat kebijaksanaan, tulus dan
rendah hati, cinta keadilan dan kebenaran, karya dan darma bakti, amal
kebajikan bagi sesama.
Manusia
dengan potensi martabatnya yang luhur dianugerahi akal budi dan nurani sehingga
memiliki kemampuan untuk beriman kepada Tuhan yang mahaesa menurut agama dan
kepercayaan masing-masing. Tuhan dan nilai agama secara filosofis bersifat
metafisik, supernatural dan supranatural. Maka potensi martabat manusia yang
luhur itu bersifat apriori: diciptakan Tuhan dengan identitas martabat yang
unik: secara sadar mencintai keadilan dan kebenaran, kebaikan dan kebajikan.
Cinta kasih adalah produk manusia – identitas utama akal budi dan nuraninya –
melalui sikap dan karyanya.
Manusia
sebagai subyek nilai memikul kewajiban dan tanggung jawab terhadap
pendayagunaan nilai, mewariskan dan melestarikan nilai dalam kehidupan. Hakikat
kebenaran ialah cinta kasih, dan hakikat ketidakbenaran adalah kebencian (dalam
aneka wujudnya: dendam, permusuhan, perang, etc.).
Eksistensi
fungsional manusia ialah subyek dan kesadarannya. Kesadaran berwujud dalam
dunia indra, ilmu, filsafat (kebudayaan/ peradaban, etika dan nilai-nilai ideologis)
maupun nilai-nilai supranatural.
·
Kesimpulan
Pancasila sebagai suatu sistem
filsafat dapat diketahui melalui tiga aspek yaitu : aspek ontologi,
epistimologi dan aspek aksiologi. Adapun pembuktian pancasila dapat dikatakan
sebuah sistem filsafat karena berdasarkan tiga faktor diatas tadi. Karena tidak
pernah bertentangan dengan kondisi yang ada di Indonesia itu sendiri maupun
masyarakatnya yang sangat majemuk. Sehingga dapat dikatakan bahwa pancasila
merupakan suatu sistem filsafat.
Komentar
Posting Komentar