Cerita di Balik Sumber Mata Air Umbul Gemulo Kota Batu Jawa Timur



          Berawal ditahun 2014 masyarakat Kota Batu dikejutkam dengan isu akan didirikannya sebuah resort diatas sumber mata air yang dari tahun ketahun menjadi tulang punggung kurang lebih 9ribu jiwa masyarakat Kota Batu. Tak heran jika banyak wacana pembangunan hotel dan sejenis tempat hunian  sementara di daerah Kota Batu yang notabene Kota wisata. Kota batu yang terletak di barat Kota Malang secara geografis berada dikaki gunung Arjuno dan Gunung Panderman yang keduanya memiliki potensi alam yang melimpah berupa vegetasi dan kontur tanah yang baik untuk ditanami buah-buahan maupun sayuran. Diawal tahun 2000an Kota Batu salah satu kota lumbung sayur dan buah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Jawa Timur maupun nasional. Dengan letak yang strategis didataran tinggi memunculkan banyak investor masuk untuk mengembangkan kawasan Kota Batu dan sekitarnya, akhirnya konsentrasi yang diambil Kota Batu ialah Kota pariwisata, model pariwisata yang ditawarkan lebih ke wisata alamnya meski Kota Batu juga memiliki wisata berbasis wahana permainan.            

      Dengan seperti itu, pemkot Kota Batu setiap tahunnya membuka akses masuk para investor swasta untuk mengembangkan kawasan tersebut. Tidak adanya dasar dalam pengembangan sebuah kawasan yang memadai memaksa pemkot Batu sering kali membebaskan lahan yang seharusnya menjadi lahan pertanian, resapan dijadikan bangunan beton yang permanen. Keadaan ini dikarenakan luas willayah Kota Batu sendiri terbilang kecil dan topografinya pun didominasi dataran tinggi. Tanpa adanya sistem pembangunan yang berkelanjutan akan dikhawatirkan terjadi ketidak stabilan lingkungan. Secara ekonomis sangat baik dengan sistem pengembangan kawasan yang berbasis pariwisata, tingkat pendapatan perkapita di Kota Batu sendiri setiap tahunnya mengalami peningkatan dan jumlah lapangan pekerjaan semakin banyak serta bervariatif. 


  Dampak secara psikis setiap masyarakat Kota Batu juga mnegalami perubahan yang drastis, yang dulunya tingkat pendidikan rata-rata lulusan SMA maupun SMK sekarang serasa hal yang wajib bagi masyarakat batu untuk memperbaiki kualitas peraonalnya agar mampu berasaing secara ketat didalam pekerjaan. Tidak hanya itu sifat konsumtif dan terbilang kapitalistis yang menjurus kehedonis serta prakmatis yang nampak terlihat. Keprakmatisan ini terbukti dengan ketidak pedulian masyarakat batu dengan kawasan lingkungan yang dibiarkan menjadi lahan bisnis. 
        Sifat seperti ini nantinya akan membudaya dan mengikis sifat-sifat masyarakat pedesaan atau pinggiran yang loyal pada alam. Pengarus investor yang kurang terkendalikan memaksa masyarakat mengikuti jejal mereka, sayangnya sekedar menjadi alat pendulang kekayaan elit-elit kapitalis semata. Akhir-akhir ini sempat tercium keserakahan penguasa di Kota Batu yang akan menjadikan kawasan cagar alam (sumber mata air) sebagai resort. Secara teoritis sangat tidak tepat dan terkesan menyeleweng dengan konsep pembangunan berkelanjutan yang mengedepankan kelestarian sumber daya alam. 
        Bentuk perlawan sebagian warga Kota Batu yang masih peduli dengan kelangsungan ekosistem alam menentang berdirinya bangunan diatas mata air umbul gemulo. Tidak hanya akan mengurangi pasokan kebutuhan air saja, namun terdapat situs peninggalan sejarah berupa stupa yang menandakan tempat itu sebagai tempat suci atau tempat yang memiliki latar belakang sejarah di Kota Batu tersendiri. 
         Sumber mata air umbul gemulo terletak di desa punten kecamatan bumiaji tepatnya di depan hotel purnama, salah satu hotel tertua di Kota Batu dan bahkan terbilang hotel pertama di Kota Batu. Sementara itu, untuk keberadaan sumber mata air di kota Batu, dari sebelumnya tercatat ada 111 titik kini telah mengalami kemerosotan. Dari 57 titik sumber air yang berada di Kecamatan Bumiaji, saat ini tinggal 28 titik. Sedangkan di Kecamatan Batu, dari 32 sumber air, kini tinggal 15 titik. Sementara itu sumber air di Kecamatan Junrejo, dari 22 titik sumber mata air, kini tersisa 15 titik. 
        Kondisi ini sangat memprihatinkan yang membuat mata dan hati masyarakat yang peduli terhadap kelestarian lingkungan di Kota Batu yang memberinama Forum Masyarakat Peduli Mata Air. Komunitas inilah yang mengawali penolokan pendirian hotel dan resort di atas mata air umbul gemulo di desa punten kecamatan bumiaji Kota Batu. Masyarakat peduli mata air tersebut mendatangi kantor DPP PDIP di Jakarta mengenai ketidak pedulian wlikota Kota Batu Edi Rumpoko yang notabene adalah salah satu kader dari Partai PDIP tersebut. Tidak hanya ke kantor DPP PDIP melainkkan ke Kantor Komnas HAM yang menuntut hak atas kelangsungan sumber mata air. 
          Harapannya kepada para pihak terkait mampu memberikan rekomendasi penyelesaian perkara ini dan tidak memberikan izin kepada pihak resort untuk mendirikan bangunan diatas sumber mata air umbul gemulo. Selain itu, warga juga akan mendatangi Kementrian Lingkungan Hidup dan Ombudsman yang sebelumnya telah mengeluarkan rekomendasi terkait pendirian hotel The Rayja di Kota Batu.  menyatakan bahwa tindakan Pemkot Batu yang tidak mengindahkan rekomendasi KLH dan Ombudsman dalam kapasitasnya sebagai lembaga resmi negara adalah tindakan pembangkangan aparatur daerah, karenanya warga bermaksud mengingatkan kembali bahwa Walikota Batu sebagai pengelola pemerintahan daerah seharusnya taat hukum dan perundang-undangan yang berlaku.                Pada 28 Agustus 2013, Kementrian Lingkungan Hidup mengeluarkan rekomendasi terkait kasus sumber mata air Umbul Gemulo, dimana rekomendasi KLH tersebut memerintahkan penghentian pembangunan Hotel The Rayja sebelum dipenuhinya dokumen Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)  karena pembangunan The Rayja dianggap mengancam keselamatan sumber mata air Umbul Gemulo yang selama ini telah menjadi sumber air bersih warga. 
        Kemudian pada tanggal 17 Oktober 2013 Ombudsman mengeluarkan rekomendasi yang menyatakan bahwa Kepala Kantor Perijinan Terpadu Kota Batu harus diberi sangsi atas tindakannya memberi ijin pembangunan Rumah Peristirahatan dan Resort The Rayja. Kedua Rekomendasi tersebut hingga sekarang tidak dijalankan oleh Pemerintah Kota Batu. Pemerintah Kota Batu seharusnya mampu belajar dari beberapa bencana ekologi yang dialami disejumlah wilayah di Indonesia. 
         Pemaksaan pembangunan hotel dan resort The Rayja sangat menentang dan terkesan melanggar hak asasi warga dan hak konstitusi. Pemerintah harus tegas dalam menyikapi tanpa ada bentuk monopoli atau bahkan kongkalikong dengan pihak tertentu. Kesejahteraan dan keadilan masyarakatlah yang harus diutamakan bukan kepentingan segelintir oknum untuk memperkaya dirinya sendiri. Jangan biarkan ada tindakan penyalahgunaan kekuasaan yang dilandasi keotonomian dengan berazas desentralisasi sehingga menggadaikan etnosentris kepada kapitalis. (Kembangturi,zds)

Komentar